Rabu, 20 Mei 2015

Terikat Tingkah

Sepandai apa kau menahan amarah ?
Sebanyak aku melampiaskannya dengan air mata
Kau terlalu mengada-ada.. -_-
Begitukah? Entahlah, sekiranya begini, ketika marah dan melontarkan apa yang ada dipikiranmu saat itu, rasa-rasanya kau akan menyesal melakukannya. Tersebab, emosi yang mengendalikan pikiran dan hatimu saat itu, jadi, apakah akan berpikir ulang dan dapatkah ditarik kembali ketika terucapkan
Oh, seperti itu? 
Ya..ya.. begitulah ..^_^

Lalu, seperti apa jika kecewa?
Sepenuh hatiku ketika menangis
Lagi?
Hahaha.. ya...
Oh, air matamu sungguh banyak
Entahlah, aku berpikir ketika mengatakan kekecewaanku , apakah akan berubah dengan serta merta?
Terlalu pesimis
Ah, bisa jadi.. ^_^
-_-

Dan jika kau bersedih, kau takkan bilang semuanya akan tuntas dengan air mata. -_-
Ahaha.. menurutku ya. Tapi, sampai kapan akan bersedih, wajahmu akan awet muda dengan banyak tersenyum. Hatimu lebih leluasa saat kau berusaha menerima dengan lapang. Bisa jadi jika bersedih wajahku tampak jelek .. 
Heh? 
Iya.
Jadi kayak gimana? 
Hahaha.. lihat saja sendiri.. :P

Namun, yang kau katakan itu , benarkah terjadi? 
Mmm, kadang kala aku lupa menyelesaikan sesuatu dengan caraku itu. 
Lalu?
Banyakin do'a dan istighfar. Sesuatu yang mampu terucap, namun seringkali tak terucap
Dan ?
Kau tahu, setiap apa yang kita lakukan mungkin tak sepenuhnya dipahami orang. Akan sulit pula dijelaskan pada tiap individunya, mereka memiliki asumsi masing-masing. Jadi, lakukan yang terbaik, jaga hati orang lain agar hatimu juga terjaga. Banyak-banyak ingat sang Pemilik kita, agar kita pun sering-sering diingat-Nya. Mungkin yang aku katakan tergolong sulit terealisasi jika tak sungguh-sungguh, jadi ingatkan aku kala aku lupa, apalagi aku telah menasehatkannya padamu.
Hahaha.... aku pun ... 

Dari Mata Keduanya

Bu, sedang berpikir apa? 
Garis di dahimu nampak jelas saat ini, memikirkan sesuatu?

Pak, apa hari ini begadang lagi?
Pekerjaan sudah berkurang namun belum juga tertidur. 
Memikirkan sesuatu?

Kedua orang tua, makin hari, makin menua dalam cemas pada kami anaknya
Berpikir lagi kemana putrinya kelak akan pergi, tersebab perwalian telah beralih
Lalu, pikiran pada anak lelakinya yang super cuek, kadangkala tak menghiraukan diri, misalnya makan, jika telah asyik dengan pekerjaannya dihadapan laptop. 

Anak, takkan tahu pikiran orang tua ketika mereka belum merasai menjadi orang tua sebagaimana kalian berdua masa kini. 
Seperti halnya aku. 

AKU, AYAH DAN GADGET


Aku masih duduk di atas gundukan pasir yang tersimpan di halaman rumah. Menatap sendu pada langit , dan mengingat-ngingat teman bermain yang dahulu menemani.

“ Ayah dulu, jika siang begini, berlari ke lapangan . Kadang kala mengejar teman yang sibuk bermain sepeda, sementara layangan hendak diterbangkan di atasnya”

Ayah, suatu kali berbicara , masa kecil yang lucu dan selalu terkenang. Saat tetangganya menangis karena kue tanah yang dibuatnya bersama anak perempuan lain di kata rasanya tak enak oleh si anak lelaki yang berperan sebagai pencicip makanan.

“Ayah, apakah aku juga boleh meminta sesuatu?”

“Apa itu nak?”

“Teman-temanku memiliki Ipad atau tidak mereka memakai hape , Ayah. Aku juga mau seperti Ipad Nandar, atau Ayah beli hape baru yang lebih canggih seperti hape ayahnya Dito. Jika bermain bersama mereka , saya hanya menontonnya memainkan game. Tidak seru.”

Komplain pada ayah. Yah, itulah yang aku lakukan. Permainan kami tak seseru dulu, teman-teman sibuk dengan teknologi yang dipegangnya.

Ayah hanya menjawab pertanyaanku dengan senyumnya.

“Kalau Ayah membelikan apa yang kamu minta, bentar Ayah hanya menontonmu juga. Lalu, ayah dicuekin.”

“Hmm”

“Ayah temani main, mau?”

“Yeee… mau..mau… tapi Ayah, sebentar sore izinkan Danang ke rumah Dito ya…”

“Siip.. “

Amanah yang Kedua

Lama tak menjumpaimu blog. Belakangan aku sibuk dengan tugas utamaku sebagai ibu dua anak. Tugasku kini bertambah, seiring dengan umurk...