Sabtu, 31 Mei 2014

Chat with my best friend

Mungkin terlalu banyak kisah tentang hati di sini. Karena sungguh ketika telah dirasa, pena seakan-akan lincah menuliskan syair. Menaut kata demi kata dalam bait nan panjang. Seorang teman telah berkomentar. Bahkan saya menanggapi

"Saya tidak tahu sejak kapan saya se-alay ini"
"Haha, iya agak alay, Tina"

Kawan , kau tahu, baik itu lima tahun lalu hingga sekarang , aku masih Tina yang dulu. Kau paling tahu, bukan? 
Maybe I'm more mature in my words, but my act just same, always have reddish face, not talk a lot and doing something that cause trouble to me. My act just like that in front of some one... 
Hehehe, happy to know that U have same problem with me...

Nice dialog with U girl ..^_^

Andai

Kadang aku tak perlu berucap
Kadang aku tak perlu berlaku
Tatap mata sudah menerjemah
Baris kata yang ingin aku ucap
Gerik diri jadi gambaran laku atas hati

Terlalu banyak cerita romantis
Terlalu banyak kisah miris hati bertepuk sebelah
Terlalu banyak rindu yang menyurat tak tebalas
Bagaimana aku menggambarkan laraku ?
Setidaknya , aku hanya memberi senyum terhangat

Senja kali ini, aku mengingatimu
Di beranda menghadap  taman
Dilatari warna oranye sang cahaya senja
Menyeruput teh khas
Mengangankan tentang kita

Ah, buru-buru melupa
Kau mungkin takkan mengangankan yang sama
Senyum sendiri
Ya, senja itu
Aku menertawai diri yang terlampau menyedihkan

Meredam Rasa

Aku mengintip kabarmu dari pelupuk jendela
Melihatmu dari jauh
Apa kabar dirimu?
Bagaimana hidupmu?
Lancangkah aku memasuki hidupmu tanpa permisi?

Teman, aku memulai dengan pertemanan
Kala itu aku bersua biasa saja
Namun, mungkin, aku tanggapi rasa berbeda
Menegur khayalku
Aku memilih menghapus , berusaha melupa

Tapi...
Ah, biarlah aku menerka rindu lewat fajar
Menatap bahagia lewat senja
Menyampaikan do'a di sepertiga malamku
Karena rekam jejakmu sulit aku hapus





Lara

Bak minum obat terpahit
Tangan - tangan ini tidak lagi mampu memperbaiki
Ah, aku gelisah
Ini tanggung jawab ku

Lara tak terkira
Saat aku tak bisa lagi memperbaikinya
Ya, salahku
Aku melimpahkan semua padaku

Biar habis lara ini
Dimuat dalam tulisan sederhana
Hiburan atas diriku
Karena tak ada lagi hiburan yang menghibur


Jumat, 30 Mei 2014

Tak Biasa

Renungan atas diri hamba
Memenuhi ujung do’a
Meminta kebaikan berbalas dari yang Kuasa
Atas diri yang masih saja alpa

Dekap iman atas yang Kuasa
Mengingati diri sebagai hamba
Dekap rindu atas cinta
Layaknya derai air dari sumbernya

Cahaya bintang pengiring gelisah
Mendadak malu akibat rasa
Dahulu biasa kini kikuk
Dahulu bersapa wajar kini menunduk

Bilamana waktunya
Yakini hati atas alirannya
Ikat diri atas komitmen
Jagalah utuh hingga menua


Cermin

Aku mematut diri depan cermin
Rangkaian huruf gambaran diri terjejer rapi
Baguskah tampilanku hari ini?
Cocokkah aku  dengan busana ini?
Setiap hari tanya itu yang muncul
Lama, aku mulai berpikir
Baguskah aku di hadapan Tuhanku ?
Baguskah ibadah yang menjadi penyicil hutang atas nikmat Allah ?
Aku, pantulan dari kaca itu kembali bertanya
Sudahkah engkau syukuri nikmatmu hari ini ?
Seolah-olah esok tak ada lagi waktu

Waktu berulang saat aku mematut diri depan cermin hari ini

Selasa, 27 Mei 2014

Berubah

Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kau dustakan
Kalimat yang terngiang tatkala kesyukuran terselimuti serakah
Tangan – tangan itu menggaruk hingga ke dasar
Mengeruk , mengangkat dan menggulingkan kekayaan tanah air.
Mereka melakukannya hingga tak sanggup lagi bumi ini bernapas

Termangu aku di jendela
Menatapi bentangan alam di luaran rumah
Ah, dulu tak sepanas ini
Ah, dulu pohon tak segersang ini
Ah, dulu aku bergembira di bawah deras hujan tanpa khawatir tersapu banjir

Sungguh nikmat Tuhan mu yang mana yang kau dustakan
Ia memberimu cuma-cuma tapi tak kau jaga
Ia memenuhi hidupmu tapi tak kau balas dengan ibadah

Ah, sampai akhir argumenku pun kau takkan pernah berubah jika kau tak berniat berubah

Sabar

Selalu ada pagi hari yang membatasi mimpi-mimpi yang masih ingin terlanjutkan di malam hari. Selalu ada ujung atas pencarian yang lama. Aku menyadari akan ada kebahagiaan pada orang-orang yang sabar untuk menantikan dan senantiasa memperbaiki diri dalam penantian, kesabaran dan usahanya. Bukankah banyak tulisan, anime, drama, yang mengedepankan kesabaran si peraih mimpi dan cinta.  Naruto yang tak henti berusaha meski ia selalu diacuhkan. Kuroko Tetsuya dalam “Kuroko no Basket” yang hanya dianggap bayangan dari para Kiseki no Sedai, tapi akhirnya meleburkan batas dan menjadi pemain handal dengan teknik basketnya.  Korunuma Sawako yang sabar hingga mendapatkan Kazehaya , seorang pria baik yang jujur dan apa adanya dalam cerita “ Kimi ni Todoke”, dan sederet karya lainnya. 

Apa yang lebih indah dari perjalanan cinta Rasulullah bersama istrinya Khadijah dalam ranah kesetiaannya. Lalu antara Ali dan Fatimah atas kesabaran. Atau mungkin kesuksesan dari Pak Dahlan Iskan yang diawali kesulitan atas hidupnya, atau dengan Pak Mario yang kini telah berbagi resep bahagia disetiap motivasinya.  Siklus hidup selalu berubah, ia takkan selalu berada di dasar ia akan berada di atas suatu saat. Usaha, kesabaran, keuletan , do’a, dan berbagai kegiatan dalam rangka memperbaiki dan memajukan diri takkan membawa hasil yang sia-sia. Sabar berteman akrab dengan syukur. Mereka membawa ketenangan saat sulit dan lapang. Pada akhirnya , semuanya bermuara dalam ketakwaan terhadap Sang Pemilik atas segalanya. Apalah arti hidup, jika kita kemudian tidak bersabar dan berlomba-lomba mencari perhatian dari-Nya, mencari ridho-Nya.

Bulan Yang Sama

Apakah malam ini kau melihat bulan yang sama ?
Bentuk yang paling ku suka
Tersenyum dengan sinaran cerah
Menyapa insan yang memandang bagai suka cita

Aku pernah berkata , lihatlah hamparan bintang
Aku pernah berkata , lihatlah hamparan langit membentang
Aku pernah berkata saksikanlah kesendirian matahari
Aku pernah berkata saksikanlah kesendirian bulan

Apakah malam ini kau melihat bulan yang sama ?
Bentuk yang paling ku suka
Mengingatkan senyum cerah untukku darimu
Mengingatkan aku atas kisah lalu yang tertutup abu

Lembar itu kubuka lagi
Aku hanya mampu membangkitkan memori
Aku hanya mampu mendo’a atas kamu yang ada di sana
Atas kamu yang melingkupi seluruh kenanganku
Atas kamu, satu kisah yang hanya jadi kenangan dalam kotak Pandora hatiku


Apalagi, Jatuh Hati

Ya, aku telah jatuh hati
Jatuh hati pada- Nya sang Pemilik hati ku sejak dulu
Aku telah memegang janji untuk setia pada-Nya
Beriman dan tunduk pada-Nya

Ya, aku telah jatuh hati
Pada setiap syariat yang dibawakan para Rasul
Membuatku menjadi pribadi yang tidak akan pernah patah hati
Karena janji-Nya selalu pasti

Ya, aku jatuh hati pada seorang hambanya
Seorang hamba yang memberikan petunjuk bagi kehidupanku
Yang hanya memikirkan ummatnya
Bahkan diujung nafas terakhirnya

Ya, aku jatuh hati pada seorang pria
Yang ia menjadi pendamping hidupku
Menjadi imamku yang paling setia,
Menjagaku, mencintaiku, mengayomiku

Pria  yang aku jatuh hati terakhir kali
Bersua pun aku tak tahu itu kau
Tapi yang harus kau tahu,
Aku telah mencintaimu sebelum pertemuan kita

Bagaimana mungkin aku tak jatuh hati
Bagaimana mungkin aku merasa tak bahagia
Sang Pemilik atas diriku telah begitu memberikan cinta yang menjagaku
Menguatkanku, merangkulku, dan apalah namanya

Kau tahu, aku telah mengakui keberadaanmu dalam hatiku
Terukir lama sejak aku berikrar akan menunggumu
Bagaimana aku tak jatuh hati
Aku telah terlahir memiliki fitrah demikian

                                                                                                                             

Setapak

Derap langkah di jalan setapak
Menegur rindu hati - hati sang hamba
Dalam sedih terpekur lara
teringat Dia dalam do'a

Derap langkah laju di jalan setapak
Menegur rindu hati-hati sang hamba
Tak terkira kini terlupa
Terlupa Dia ketika berbangga

Duhai hati yang lara
Jagalah selalu tautan hati dengan sang Pencipta
Duhai hati yang berbangga
Sungguh tak ada hal yang melebihi rindu dalam dekap keimanan

Lajur jalan setapak akan membawamu berbeda arah
Meragukah engkau atas nikmat-Nya
Meragukah engkau atas kuasa-Nya
Meragukah engkau atas kehendak-Nya

Derap langkahmu jangan kau sia-sia
Lajulah ia pada arah yang sebenarnya
Arah atas tujuan hidup
Arah menuju dekapan iman dan cinta-Nya

Kita

Harmoni nada mengalun indah
Menelusupi hati hamba
Menatap sendu pada langit malam
Terpaku atas keajaiban

Jalan setapak ke dermaga hati
Riuh gemuruh suara pejalan kaki
Berlabuhlah di dermagaku
Menaut jangkar penahan layar

Senandungkan nada kesukaan kita
Menyusuri deru ombak yang membasahi kaki kita
Ah, aku senang selalu menyebut kita
Jika kau tanya mengapa,
Entahlah,

Mungkin karena kata itulah yang menyatukan aku dan kamu

Catatan Harian


Ada cinta di sana
Ia menuliskan jelas
Ia menuliskannya bait perbait
Ia menyampaikannya dalam kelapangan hatinya
Aku merasa tersentuh, aku kemudian membukanya kembali
Aku menemukan catatan kesedihan
Sangat sedih, ia menyampaikannya dengan sederhana
Tak bertele-tele
Halaman itu tentang seseorang yang didambakan
Bertemu dengannya saban hari
Jatuh cinta padanya seminggu kemudian
Mengingkari , ia usaha mengingkari
Namun, jejak pikirnya tetap tertuju pada sang pembawa hati
Kala aku buka lembaran lainnya
Aku temukan , tulisan kerelaan
Hatinya rela ia beri pada si pembawa hati
Namun tak kunjung berbalas
Tak menyalahkan siapapun
Saat hati bicara dia tak mengenal siapa , apa , bagaimana .
Ia hanya tahu itu dia , orang yang ingin aku labuhkan hidupku bersamanya
Menuliskan hari –hariku bersamanya
Lembar kerelaan itu terus ku baca
Titik air mata terletak di sana
Seorang wanita memasuki kehidupan si pembawa hati
Ia lebih indah ketimbang si gadis , tulisnya
Hatinya pun tetap ia tautkan pada si pembawa hati dengan perasaan rela
Rela cintanya berbahagia …
Si gadis kini menunggu balasan atas hatinya
Entahlah ia berbalas, ataukah tetap seperti dulu
Membawa kerelaan meski pilu
Memendam rindu berkepanjangan
Memikirkan dalam ketidakpedulian
Menanti dalam ketidakpastian
Do’a terkirim wujud keikhlasan
Mengiring bahagia bagi si pembawa hati
Entah kapan ia berlabuh pada hati si gadis
Ia telah memperhatikan lama
Dan hanya do’a tulus dan perbaikan atas diri yang ia mampu usahakan

Maros , 19 Mei 2014
Iringan Ost . naruto (sad song instrument )



Senin, 26 Mei 2014

PETE - PETE part 1

Pete-pete adalah transportasi umum yang digunakan di kota maupun di desa oleh warga Sulawesi Selatan. Pete-pete sendiri adalah mobil mikrolet yang dibuat sedemikian rupa dengan bangku memanjang di sisi kanan kirinya. Biasanya pak supir akan menambah satu kursi kecil di dekat pintu pete-pete. Buat nambahin penumpang. Biasanya bangku memanjang dekat pintu, mampu diisi sampai emapat orang dan yang sebelahnya mampu diisi sekitar enam sampai tujuh orang. Itulah sekilas tentang pete-pete. Jika datang ke Makassar kalian harus mempelajari tiap pete-pete berikut kode-kodenya. Tiap pete-pete akan melewati jalur sesuai kode yang mereka miliki. Walah ribet ya… ^_^.

Mengenai asal usul nama pete-pete untuk mobil mikrolet angkutan umum ini saya juga kurang tahu. Tapi akan segera diselidiki. Hehehe…

Sebagai anak asli Maros ,Sulawesi Selatan, menaiki pete-pete adalah hal yang biasa. Ceritanya , saya juga ingin menggalakkan sadar untuk naik angkutan umum sekaligus berbagi rezeki dengan Pak supir. Sistematikanya, ya, kita numpang dan akhirnya bayar. ^_^

Kadang teman-teman kuliahan bilang, kenapa saya ngga bawa motor saja. Saya tahu mereka mungkin prihatin dengan keadaan saya yang tinggal di Maros dan kuliah di Makassar yang setiap kuliah pagi harus lari-lari supaya tidak terhitung absen di catatan dosen. Saya hanya santai menjawab, soalnya saya selalu punya jemputan (alias: pete-pete), atau bilang ngga dapat izin dari Bapak. Ya, Bapakku yang super sekali, sangat mengedepankan yang namanya keselamatan. Apalagi, kita tahu volume kendaraan di Makassar sudah bejibun. Alasan lain adalah, ada segelintir orang yang kurang menaati peraturan lalu lintas. Mereka menyerobot semena-mena, balapan, bahkan ngobrol dengan dua motor yang saling bersisian (pasti pernah liat, kan? ). Aduh, kan bisa singgah ngobrol dulu sambil nge-es teler di pinggir jalan, kan banyak tuh penjual es teler dengan berbagai merek warung A sampai Z. Ya , begitulah, sebenarnya ini menyangkut soal kesadaran pengguna jalan. Kan, bukan hanya mereka yang menggunakan jalan raya, namun banyak orang dengan skill membawa kendaraan yang bermacam-macam. Pembahasan kembali ke pete-pete.

Sebenarnya tulisan ini ingin mengarah pada pengalaman saya yang selama bertahun-tahun naik pete-pete. *Halah. Menyusuri jalan pergi Maros-Makassar, pulang Makassar-Maros. Sudah banyak kisah yang tertorehkan*hihihi. Mulai dari tidur pulas sampai akhirnya lewat jauh dari pasar tempat saya mengambil pete-pete ke rumah, diturunkan di tengah jalan karena penumpangnya tersisa saya seorang dan pak supirnya sudah mau balik ke rumah, sampai kemudian saya mesti menunggu Bapak menjemput di Sudiang, Makassar karena kehabisan ongkos pulang. * curhat …

Karena banyaknya ini saya akan bagi-bagi segmen semampu saya. Itupun kalau alurnya tidak membosankan Anda pasti akan tetap membacanya. ^_^

Kisahnya seperti ini. Hari itu saya memiliki kegiatan yang disebut sekolah menulis yang diadakan oleh organisasi yang saya cintai , sayangi dan banggakan.. Forum Lingkar Pena …^_^
Dan seperti biasa, rute yang harus saya tempuh dengan mobil sewa yang gonta-ganti alias pete-pete, bermula dari rumah ke pasar Batangase. Kemudian, di pasar ambil pete-pete Maros-Sudiang yang tidak berkode. Turun depan Kehutanan Sudiang dan naik pete-pete jurusan Sentral kode D ,yang khas dengan garis ungu yang melekat di dasar warna biru pete-pete. Terakhir, turun depan pintu satu kampus untuk ambil pete-pete kampus. Nah, kejadiannya di pete-pete kode D yang menuju ke Sentral. Selain saya, ada beberapa penumpang yang ikut naik. Seorang perawat, anak kecil dan seorang ibu yang sepertinya bekerja sebagai karyawan swasta. Nah, si ibu karyawan swasta ini berpesan pada pak supir.

“ Dek, singgahki dulu di depan kantorku yang di depan sana nah, sebentar ji. “

Dengan pengharapan sebentar ji itu sang supir bilang

Iye, cepat maki bu, jangan lama-lama kasian penumpang yang lain”

Sesampai di depan kantor yang dimaksud, si ibu pun turun, dan meyakinkan sekali lagi bahwa ia hanya sebentar. Dengan sabar, kami para penumpang ikut menunggu. Selang 10 menit si ibu belum juga muncul , dan sepertinya si mbak perawat lagi buru-buru. Ia kemudian turun lalu ambil pete-pete lain tetapi dengan tujuan yang sama. Si adek yang sedari tadi juga sabar nunggu mulai gelisah begitu pun saya, bukan main ini sudah 10 menit lebih. Akhirnya kami berdua mengikuti jejak si mbak perawat turun dari pete-pete dan membayar secukupnya. Dan pada akhirnya si supir hanya ngomel-ngomel dan tetap menunggu kepastian kedatangan sang ibu karyawan swasta ini. Setelah naik pete-pete lain, saya masih kepikiran sama pak supirnya akankah ia bertemu dengan si ibu itu ? ataukah ia menyerah dan meninggalkannya? *seakan-akan reality show. 

Adalagi satu peristiwa yang unik. Pernah tidak melihat pete-pete yang mutar balik gara-gara ada yang ketinggalan. Saya sudah merasakannya, kawan. Kejadiannya masih di hari yang sama, tapi ini ketika saya pulang dari sekolah menulis. Pete-pete ini mengambil muatan yang berlokasi di sekitar pasar Batangase, Maros. Arahnya menuju ke desa-desa bagian dalam tempat saya tinggal. Biasanya Pak supir hanya ada di pasar sampai selesai magrib sekitar jam 7  malam. Suatu keajaiban kalau pete-pete masih berkeliaran jam 8 malam di pasar itu. Alhamdulillah, saya masih mendapatkan pete-pete kloter terakhir yang menunggu penumpang. Dari yang awalnya saya duduk berhadapan pintu, sampai akhirnya saya lengser dan duduk di pojok. *nasib. Penumpang berdatangan, dan akhirnya pete-pete overload. Dan yang buat saya khawatir adalah ketika pete-pete mulai jalan, ia seperti tergopoh-gopoh membawa penumpangnya.

“Kriik…kriiik. “

 Bunyi ini berasal dari bagian belakang pete-pete, maklum biasanya pete-pete yang beroperasi di pasar ini,  sudah berusia lanjut, hanya saja dipoles-poles biar tampilannya kinclong. Di tengah jalan sudah ada penumpang yang turun. Alhamdulillah, leluasa akhirnya , batinku berucap. Tetapi tiba-tiba.

“Aduh saya lupaki ambil Eskuline–ku di toko tadi padahal sudah saya bayar.” Kata seorang ibu pada teman seperjalanannya.

 Cek percek Pak supirnya dengar.

“ Ih, jadi bagaimanami, Bu? Mauki ambil? Bisaji saya putar lagi. “ kata pak supir.

“ Kalau bisa jaki, tapi penumpang lain ia tawwa, nda buru-buru jaki de’?” Tanya ibu itu sambil menatap          kepada saya dan penumpang lain. Dan saya hanya mengangguk.

Pas pak supirnya mau mutar, ada seorang ibu yang kurang menyadari hal itu.

“ Ih, mauki kemana ini Pak supir ?”

“ Mau mutar dulu , Bu, ambilki nasi kuningnya ini ibu yang ketinggalan”

Kebayang, kan, gimana tawa kami meledak gara-gara pak supir ini.
Sesampainya di pasar kembali, si ibu turun dan mengambil si Eskuline di toko. Dalam perjalanan pulang. Seorang ibu bertanya,

“ Ih . malam mingguki pale di’. Nda pergiki malam minggu kita pak supir?”

Pertanyaan ini lumrah saja, melihat Pak supirnya juga masih muda. Lalu, si Pak supir menjawab.

“ Iye ada janjiku ini, na terlambatma juga”.

Dalam hati, saya tertawa dan berusaha menyimpulkan.

Oh, mungkin karena pikiran pak supir lagi di tempat janjian akhirnya dia pun kurang memperhatikan.

Begitu juga saat saya membayar, uang lima ribu rupiah yang harusnya dikembalikan seribu rupiah, menjadi dua ribu rupiah ditangan saya.

“ Pak seribu pi uang ta ini”

Malah dia nambah seribu. Akhirnya saya kasih yang dua ribu dan bilang kalau yang benar kembalian saya sisa seribu rupiah. Hehehe.
Ada-ada saja ya. Bisa dibilang sangat banyak kisah tentang pete-pete yang bukan hanya saya miliki namun orang lain juga pasti memilikinya. Untuk itu, simpanlah kisah itu baik-baik, kita tidak akan tahu kan, sampai kapan pete-pete ini  akan tetap ada… ^_^


                                                                                                                    Maros, 18 Mei 2014

                                                                                                                                

Kisah Tentangmu, Sobat


Pernah, suatu malam aku bermimpi tentang keajaiban yang mungkin datang padamu. Sejenak aku duduk menatap hamparan kain putih yang menutupi kasur rumah sakit. Pembaringanmu atas penyakit yang menggerogoti dirimu. Syifa, sahabatku, kali ini kemoterapi yang kesekian kali akan engkau jalani. Aku hanya mampu menyemangatimu. Syifa, kau tahu arti namamu bukan? Ya, pengobat. Obat yang paling manjur untukmu adalah semangat yang terus ada darimu. Ingat suatu kali kau menghiburku dari kegundahan atas nilaiku yang jeblok saat ujian.
“ Kana, aku adalah Syifa, kau tahu arti namaku bukan? Ya, pengobat. Ayo, baca basmalah   bersama, kemudian aku obati kegundahan hatimu dengan syairku”.

Aku hanya mampu mengembangkan senyum dan akhirnya tertawa riang dengan candaanmu. Memang, saat –saat sulitku kau selalu ada menyertai. Seiring waktu, aku ingin menemanimu, menjadi pengobat, paling tidak menjadi orang yang pertama menjadi pelipur kala kau sedang berduka, dan menjadi yang pertama bergembira kala berbahagia. Satu hari , kita pernah berdebat tentang tokoh yang kita tonton bersama kawan yang lain.

“ Aduh, kenapa ia tidak dengan si pria yang baik itu. Coba bayangkan pengorbanan yang    sudah diperbuatnya. Tetap saja bertepuk sebelah tangan “ kataku dengan wajah kecewa.

“Iya betul, aku sependapat” seorang teman mendukung.

Saat itu kau hanya tersenyum dengan gelagat kami. Aku tahu, kau pasti ingin berkata  
     
 “Hei, ini hanya drama, terserah dari si sutradara ingin mengarahkannya kemana.”
Atau mungkin

“ Aduh, kalian mendebat masalah yang tidak penting”.

Tapi ternyata apa aku bayangkan berbeda. Dengan senyum berarti, kau membuka suara.

“ Itulah yang namanya melepaskan untuk membahagiakan. “

“ Maksudmu?” aku menoleh penasaran.

“Dari cerita ini, kalian mengambil pelajaran. Kalau cinta kadang tak bersambut sebagaimana kemauanmu. Ia datang dengan tiba-tiba dan menyerobot masuk membawa rasa suka, tapi tak pernah selalu berhasil menyerobot ke target yang kamu jatuhkan rasa suka. Lihat saja ending ceritanya. Kalian pasti akan lebih termehek-mehek karena pengorbanan si pria bertepuk sebelah tangan itu. Tapi, di sisi lain ia akan bahagia karena melihat orang yang dijatuhinya rasa suka itu, berbahagia. “

Ah, aku bahkan berusaha mencermati kata-katamu. Kau sudah seperti pengamat atau bahkan telah jadi pakar dalam urusan perasaan.  Atau mungkin karena keseringan mendiskusikan tentang tokoh pria yang bertepuk sebelah tangan, kau sibuk mencari referensi dan menyusun penjelasan. Apa yang aku pikirkan terjawab.

“ Syifa penjelasanmu minggu lalu ada benarnya.”

“ Bagian yang mana?”

“Mmm, bagian yang kami akan lebih termehek-mehek pada bagian ending cerita. “

Dengan senyum, kau berkata

“Tentu saja, aku tahu bagian endingnya akan seperti itu. Kau tahu Lani, kan? Dia sudah menontonnya sebelum kita. Dan ketika itu ada kuliah bersamanya, sambil menunggu dosen , dia bercerita panjang lebar tentang drama yang baru kita tonton minggu lalu. “

Menepuk jidat, ah, aku tertipu. Tampangku yang cemberut dibalasnya dengan kalimat.

“ Tapi jangan salah, pendapatku itu asli loh.”

“ Ya, memang tidak diragukan, sobat “ aku mengangguk –seakan memahami maksud seluruh penjelasannya tempo hari.

            Sahabatku, takkan habis pembahasan tentang dirimu. Betapa kau begitu perhatian, bahkan kau rela mendengarkan keluhan tidak jelas dariku. Apakah kamu bosan? Setidaknya itu yang selalu menghinggapi pikiranku setiap aku mulai bercerita panjang lebar. Tak diragukan, kau memang pendengar yang baik. Tapi, aku pernah sangat membencimu. Kau tahu, paling tidak berceritalah tentang masalah yang sulit kau hadapi. Kebencianku memuncak ketika kau baru memberitahuku tentang sakitmu itu. Jika aku tahu sejak awal, aku takkan mengajakmu bercapai-capai jalan kaki saat kita pulang kuliah kala senja. Aku takkan memaksamu untuk duduk berjam-jam mengoreksi tulisanku yang acak-acakan. Dan bahkan aku takkan membiarkanmu kedinginan di bawah hujan saat mengejar waktu untuk kuliah penting hari itu. Aku sungguh egois, tidak memperhatikan semua gejala-gejala sakit , akibat tingkahku. Sampai akhirnya, aku mempertanyakan mengapa kau selalu mimisan dan berwajah pucat.

            “ Apa aku harus jujur?”

“ Tentu saja. Aku memang bukan sahabat yang baik buatmu selama ini, dan mungkin aku bukan pendengar yang baik, tapi paling tidak, bisa kau jelaskan kondisi kesehatanmu akhir-akhir ini.  Mungkin perasaanku saja, tapi memang aku merasa ada rahasia yang ditutupi olehmu.“

“ Aku menikmati hidupku, Kana. Mungkin sebentar. Tapi benar , aku sangat menikmatinya. “

            Tatapan lurusmu pada langit , membuatku merasa kau akan segera pergi jauh. Ah, tidak aku tidak ingin berpikir tentang hal menyedihkan itu.

            “ Kana, aku divonis kanker. Hmm, dan katanya sudah stadium akhir.”

            Air mata yang berusaha kubendung mengalir tak tertahankan.  Label wanita tegar takkan aku pakai hari ini. Kabarmu, sudah melumatkan jantungku dan sungguh sakit, kawan.

            Hari ini aku mengamatimu, dengan wajah pucat itu, kau masih terlihat manis. Kerudung yang kau pakai hari ini adalah kesukaanmu. Kerudung merah muda dengan rajutan bunga sakura di sudutnya. Bahkan hari ini pun kau menunjukkan kesyukuranmu, ucapan pujian kepada sang Pencipta terdengar dari mulutmu. Surah Ar Rahman mengalun dari Mp3 handphone milikmu. Aku menikmati lantunannya bersamamu. Hari itu, terakhir kali kau mau menjalani kemoterapi. Dan seminggu kemudian, tepat saat mengakhiri ujian skripsi, aku mendapat berita duka darimu. Dan ketika itu ingatan akan pembicaraan kita hari itu terkuak.

            “ Kau tahu mengapa aku membenci mobil putih itu?”

            “Maksudmu ambulance?”

            “Ya.”

            “ Kenapa? Ada yang salah?”

            “ Mobil itu akan mengantarku pada perpisahan untuk selamanya”

            “ Ah, Syifa , jangan ngawur kamu. “

            “Hmm, tapi, aku takkan bersedih dengan perpisahan itu. Karena, selangkah aku bisa
              meraih harapanku menemui sang Pencipta. Ah, aku akan berusaha sebisaku.”

            Mengapa aku tak menanggapi kata-katamu dengan serius saat itu dan mulai bertanya-tanya. Memang sepertinya label sebagai wanita tak sensitif memang cocok buatku. Do’a dari tiap orang yang menyayangimu semoga mewujudkan harapanmu itu. Benar saja, hari itu, mobil putih dengan sirene nyaringnya, mengantar dirimu pada peristirahatan menuju keabadian. Dan aku, takkan lupa.

“ Dengarkan, dan bacalah pedoman hidup kita, Al Qur’an. Dalam surah Ar- Rahman, kau pasti akan tertegun dengan banyaknya nikmat yang pasti takkan kamu dustakan. Allah selalu adil dan pengaturannya akan kehidupan kita adalah pengaturan yang terbaik.”

                                                                                                   14 Mei 2014
                                                                                                   Oleh : Haruka Mufarrihah
           

Harapan

Pilihan

Ya, hidup adalah pilihan dan pilihan senantiasa dibarengi dengan konsekuensinya. Salah satu pilihanku adalah membuat blog ini.. ^_^
Harapanku adalah setiap orang yang berkunjung bisa mendapatkan manfaat dari tulisan yang terposting. Selamat bertamu dan jika berkenan tinggalkanlah kesan atas tulisanku... ^_^

Amanah yang Kedua

Lama tak menjumpaimu blog. Belakangan aku sibuk dengan tugas utamaku sebagai ibu dua anak. Tugasku kini bertambah, seiring dengan umurk...