Senin, 22 September 2014

Sekedar Celoteh : Suatu Saat

Suatu saat, hanya dengan bertanya kabar
Kau sudah menganggapnya sebuah kemajuan hubungan antara kalian
Suatu saat, senyuman, bisa saja dianggap sebagai hal spesial
Dan kau berpikir itu tanda kalian memiliki hal yang sama di hati

Tetapi, bagaimana jika kemudian hal ini adalah lumrah
Dia menunjukkan itu pada semua orang yang dikenalinya
Menyapa ramah siapa saja, tentu dengan batas-batas yang ia ketahui
Ya, dan semua takkan sama 

*bahkan ketika dia online disalah satu medsos kau sudah kegirangan, ckckck
Tahan hati anak muda, seperti biasa, mengulang-ngulang kata bang Tere di kepala. Dan sepertinya selalu mengena... hihihi

Teh dan Cokelat

Ku seduh teh dalam teko bahagia milikku 
Meminumnya bersama dalam waktu-waktu tertentu
Saat pagi sebelum berangkat kerja
Lalu senja saat kau tiba di rumah
Kebiasaan ini datang mungkin saja dariku
Kaupun tak pernah menanggapi mengapa aku hanya menyediakan itu
Kau tahu? 
Teh yang aku seduh selalu punya rasa berbeda tiap hari 
Tergantung dari gula yang aku tambahkan ke dalamnya
Tetapi, kau tahu, aku sebenarnya ingin rasanya selalu manis di lidah
Selalu hangat di tenggorokan
Dan makin kau suka tiap harinya

Aku kadang beranggapan, ah, aku ini egois 
Mungkin ritual ini kadang mengganggu mu
Bisa saja kau ingin sekali minum kopi
Atau yang lain
Satu hal yang aku percayai 
Teh membuat awet muda
Dan setiap kali aku menyeduhnya
Dengan bahagia, dalam do'a, diam-diam
Aku mengharap perasaan antara kita tetap muda
Tetap terjaga, atau semakin bertambah

Kadang aku tersenyum melihatmu
Melihatmu merasa agak kepanasan dengan teh itu
Meski kemudian kau ingin segera meminumnya
Kau harus menunggunya hangat
Menunggunya dengan sabar 
Dan menyeruputnya perlahan-lahan

Lalu, aku kembali membawakan cokelat manis kesukaanku
Saat itupun aku juga tak menanyakan, apakah kau suka cokelat?
Katanya cokelat akan meredamkan rasa stress dan membuatmu nyaman
Cobalah, cicipi, kataku 
Tersenyum dan kaupun mengangguk
Kau menyukainya? 
Aku berharap kau juga merasa nyaman akhirnya
Kau tahu? 
Aku menitipkan kedamaian lewat cokelat itu
Aku menitipkan pesan, agar kita merasa cenderung ingin bersama
Saling kasih mengasihi dan saling membimbing 
Saling mengokohkan, untuk kemudian meraih ridho Robb yang menyatukan 

Ketika saatnya aku memberikanmu keduanya 
Meskipun aku tak sempat bertanya
Atau bahkan membuatmu terpaksa memakannya
Sebenarnya ada makna dibaliknya
Tetapi setidaknya, 
Ketika kau alergi, baiknya 
Beritahu aku, dan tolaklah dengan kata-kata yang mampu aku pahami..

Sabtu, 20 September 2014

Istri seperti Mama

Sebelum berangkat kerja, aktifitas rutin di pagi hari adalah minum teh bersama. Duduk menyaksikan berita pagi lewat layar televisi. Mama sibuk mengganti channel dan akhirnya memilih tayangan yang menurutnya menarik, dan infotaiment adalah tempat mata berlabuh. Tertarik dengan sosok yang dibicarakan, saya ikut menonton. Dalam beritanya kali ini, diulas kehidupan seorang istri yang suaminya merupakan pejabat yang kemudian terkena kasus korupsi. 
Ibu ini terlihat senang dan dengan logat daerah yang melekat padanya, ia menjelaskan perihal makanan yang dibawanya untuk sang suami. Kebetulan hari itu adalah sidang yang kesekian kali untuk kasus suaminya, dan itu adalah kesempatan buatnya untuk bertemu kembali selain di hari-hari lalu ia datang menjenguk ke tahanan. 
Ia menyiapkan makanan itu bukan hanya untuk suaminya saja, tetapi juga untuk teman-teman lain yang mendukung suaminya. Beliau selalu menyiapkan seratus porsi makanan, juga teh dan kopi yang ia buat dengan senang hati. 
Hal yang mengharukan pun terjadi, bagian ini membuat saya dan Mama menitikkan airmata (dan akhirnya Bapak mematikan televisi .. hehehe). Ia ditanya mengenai perasaannya mengenai kasus suaminya, mengenai makanan apa yang ia buat, lalu ada kalimat yang saya tangkap, yang membuat saya sendiri merasa berbahagia sebagai seorang wanita.
Kurang lebih ia menyatakan. Di suatu kesempatan anak lelakinya memperhatikan sikap ibunya yang begitu telaten menyiapkan kebutuhan apapun untuk sang ayah Tetap memberi semangat dalam keadaan suka dan duka, apalagi saat ini sang ayah sedang menghadapi masalah. Si anak kemudian berkata "Saya ingin punya istri seperti Mama". 
Betapa anak ini menangkap ketulusan tindakan ibunya terhadap ayahnya. Ia menilai dari apa yang ia lihat dan kebaikan itu membuatnya mengeluarkan kata-kata menyentuh itu. 
Lalu, sampailah si ibu ini ke tempat sidang, dan saat istirahat, ia langsung menuju ke tempat suaminya. Memberikan makanan yang suaminya suka. Semuanya makanan tradisional rumahan, dan sang suami tampak lahap. Sesekali, tatapan tulus ibu itu mengarah pada suaminya, dan ia juga sempat menyeka sisa makanan di pipi suaminya itu. 

Ah, keadaan ini, mungkin akan sulit dihadapi oleh sebagian orang. Ibu ini menganggap hal yang dialaminya sebagai ujian. Suatu saat hal ini pun akan lewat. Entahlah, yang jelas dalam ibadahnya ia selalu menyisipkan doa terbaik untuk keputusan apapun yang dihadapkan padanya nanti. 

Saat ibu itu menatap suaminya, saya menangkap sekilas senyum ibu itu, dan seakan menyiratkan kata, aku ingin menjadi pendamping yang tetap saling mendukung saat susah maupun senang.

Warna

Ada kisah yang kemudian tertuang pada rona pelangi
Kata-katanya menjelma menjadi cahaya ditiap deret warna
Perasaan-perasaan itu diwakilkan dengan perbedaan
Lalu dengan kebahagiaan, aku memilih satu warna

Meskipun tak bisa membeda
Kau pasti bisa membacanya
Terang ia indah
Gelap namun tak selalu dengan kegelapan


Rabu, 17 September 2014

Baiklah

Baiklah... 
Aku titip saja kiriman ini dalam kotak yang tersedia di halamanmu
Ia berupa sebuah pengakuan kehebatan atas diri yang terkalahkan perasaan 

Baiklah... 
Aku titipkan saja, sebuah tulisan tangan milikku dalam sebuah amplop putih 
Aku ingin kau membaca perihal diri yang kian berubah 

Baiklah...
Jika keduanya tak kau terima
Setidaknya memori dalam pikirmu, akan tetap membawaku
Atau, hanya aku saja

Ada hal yang tak berhak buatku untuk melakukan
Jadi jika bisa, biar kemudian waktu yang menyadarkan
Baiklah, aku pergi.... 
Kedua titipan itu aku ambil lagi
Kedua titipan itu terganti dengan lembar-lembar doa 
Ianya aku bacakan menggapaimu lewat Robb-ku

Jumat, 12 September 2014

Perasaan

Perasaan yang tak terbantahkan ini
Kau membuat ini kian rumit
Pertemanan yang biasa
Jadi luar biasa dibenakku
Hal-hal kecil yang dilakukannya sudah bernilai besar dimataku
Aneh kan?
Kembali, aku memutar ingatanku
Ya, aku hanya gadis biasa yang tidak memiliki kemampuan atau kriteria sebagai yang dipilih
Ya, aku terlalu banyak menghubung-hubungkan sesuatu yang sebenarnya kau lakukan itu setara dengan teman-teman lainnya.
Aku hanya menemukanmu dalam kesempatan ini
Berbagi denganmu sewajarnya dalam tugas yang sama
Untuk kedepannya aku tidak akan tahu
Perjumpaan itu adalah sebuah rahasia
Dan akan tiba saatnya, aku hanya potongan kecil memori yang menunggu untuk kemudian terhapus permanen dari kenangan-kenanganmu
Sepertinya aku belum bisa berkata-kata bijak atau membuat sajak-sajak pemikat dengan kosakata terbatas milikku.
Biarkan kemudian aku menggambarkan perasaan yang tak terbantahkan ini, lewat kata-kata sederhana
Apakah di sini aku mencoba untuk membuatmu paham?
Tebak saja...
Kau menyukai hal-hal yang sederhana, bukan?

*ah, sepertinya masalah perasaan akan tetap menjadi pembahasan yang panjang ...


Ungkap

Ada masa ketika kau ingin mengungkap
Ketika kesempatan itu datang kau selalu melewatkannya berkali-kali
Bilang saja. 
Ah, rasanya tidak biasa
Dan begitulah kesempatan itu terlewat lagi

Bagimu mungkin mudah
Tapi, aku sendiri tak biasa
Apa sulitnya?  katamu
Katakan saja
"Aku mencintai Mama dan Bapak karena Allah, terima kasih untuk sayang dan cinta yang tak terbatas untukku" 

Kamis, 11 September 2014

Kelak

Kelak dikemudian hari, ketika kau menemuiku, aku takkan memperlihatkan wajah muram. Wajah kesedihan saat kita berpisah. Wajah jenuh ketika kebersamaan mulai berlangsung lama. Yang ada hanya wajah berseri dipadu senyuman yang tak henti ketika mendengar ceritamu tepat saat kau kembali. Hidup membawa kita kearah yang berbeda-beda. Aku memilih jalan ini, dan berusaha berkarya di sini. Dan kaupun punya alasan mengapa kau tertarik dan akan menetap di sana lalu mengembangkan karyamu di sana. 

Aku pernah bercerita padamu, tentang takdir. Berpisah dan bertemu, menangis dan tertawa, berduka dan berbahagia. Caraku menjelaskannya padamu seolah aku ingin melihat kesedihan itu berakhir dengan kebahagiaan. Ya, sepertinya kau paham. Senyuman seakan selalu merekah tiap menit ketika menyampaikan hal-hal menarik tentang kehidupan yang kita rasakan. Lalu, meneteskan air mata saat cerita membuat hati ngilu kau tuturkan. 

Setiap manusia memiliki pertanggungjawaban atas diri mereka sendiri-sendiri. Begitupun aku dan kau. Meski hidup membawa kita di jalan yang berbeda. Meski kemudian, mataku tak dapat menangkap sosokmu karena jarak, dalam diam sujudku, doa itu tak henti-hentinya untukmu.

Ketika waktu yang digariskan untuk kita bertemu, tiba, aku akan menyambutmu dengan senyuman terhangat. Jika kau tak lelah, aku ingin menanyakan perihal keadaanmu dan petualangan yang telah kau lakukan di luar sana. Bertanya tentang alasan kau kembali. Bertanya tentang hal yang mungkin bisa terjalin antara kita. 

Ketika narasi ini terus bergulir dalam kata-kata, jelas, saat ini kita belum berjumpa. Aku bisa saja mengenalmu sebagai seorang teman lama, sebagai seorang teman dalam kelompok yang selama ini aku ikuti, atau mungkin sebagai orang asing yang ketika kemudian pandangan tertuju, berdua, ada perasaan yang berbeda. Mungkin seperti kutipan ini "Ada kupu-kupu menari dalam perutku" 

Tentang Aku, Dia dan ENGKAU

Barangkali, aku tak mampu menggapaimu karena situasi saat ini
Barangkali, aku tak pernah masuk dalam ingatanmu
Barangkali, aku tak benar ada ketika momen itu
Barangkali, hanya aku yang berpikir begitu

Duniaku terisi dengan segala yang mampu aku pahami
Duniaku terisi dengan hal-hal yang mungkin takkan berkesan bagimu

Duniaku kadang samar dalam keraguan namun kadang gigih karena optimisme
Duniaku, bisakah kau pahami ia? 

Memikirkan kepahamanmu atas hal ini, membuatku tersenyum
Ya, kau tahu tak ada yang menurutku hebat dalam duniaku
Ya, menurutku dia abu-abu dan kadang terlindung kabut
Ya, menurutku kau akan sulit menebaknya

Ia memilih diam meski ingin diketahui perasaannya
Menurutku kemudian, selalu ada yang hal berbahagia yang aku alami
Menurutku kemudian, selalu ada keluarga yang siap menerimaku apa adanya
Menurutku kemudian, duniaku tak sekedar abu-abu
Menurutku kemudian, hidayah ini yang membuatnya kian berwarna

Ya Rabb, pemilik takdirku 
Keyakinanku teguh hanya pada-Mu
Sajak sederhana yang aku lantunkan ini tentang dia dan Engkau
Jelas, kemudian, aku yakin tentang apa yang Engkau tuliskan untukku

Dalam malamku
Membentuk bingkisan syukur dengan kertas tawakkal warna-warni
Kuhias ia dengan cinta pita merah, dan semoga takkan mengecewakan ketika ia aku abadikan 
Sebagai Hadiah
Hadiah yang membawaku menuju ridho-Mu

Sabtu, 06 September 2014

Lembar

Dalam draf hidupku, telah ku tanam rencana-rencana masa nanti
Dikau yang tergambar samar tak aku sangka ikut tersketsa 
Dahulu kau hanya serupa pikiran lain disisian pikiran terpenting 
Tetapi, sejak kapan sketsa mu yang dahulu samar kian terang 

Kekosongan lembaran baru kuisikan kenangan terbaik 
Hei, tak aku sangka aku pernah menuliskan hal seperti ini
Menyapa dengan polosnya tiap tulisan 
Menyadari berbagai masalah kemudian menuliskannya dan menyampaikannya begitu saja 
Tak aku kira menetap pada lembaran ini cukup lama 
Menatap wajah-wajah manis zaman sekolah
Mengingat nama kawan dari satu kiri ke kanan

Pada draf berikutnya aku kebingungan
Entah mengapa sulit tergambarkan
Oh, iya, ini adalah masa depan yang ingin aku abadikan lagi
Sketsamu sulit aku tebak
Biar kemudian saat di masa ini terjawab sudah 
Seseorang yang juga menggambar sketsaku di masa depannya.

Tanya Dalam Sajakku

Merenung tertunduk pada jalannya hati 
Tak tahu arah membawanya berlari 
Riuh, sorak sorai tak peduli 
Berbalik arah tak mungkin lagi 
Berbaris-baris tanya mulai beredar di sisi 

Tanya yang takkan terjawab 
Bila ia hanya seorang terasa mengecewakan 
Namun ketika berbalas
Entah apa yang akan dikatakan 
Liukan tanya itu mulai menjalar 

Ia meminta jawaban tercepat dari hati sang insan 
Bilamana aku katakan, 
Akankan mendapat tanggapan 
Aku takkan mengusik
Aku takkan mengganggu
Tak ingin ikatan baik terputus

Ya, itu tak akan seperti biasa
Canggung pasti akan ada
Biarlah tanya itu tetap meliukkan dirinya dalam pohon pikir
Biarkan ia tetap menetap hingga kemudian terkuak 
Tanya itu, kau bisa tahu 

Tulisan sederhana kan? 
Sesederhana pandanganmu tentang dunia
Ini masalah perasaan 
Takkan peka bagi yang tak mengetahuinya
Takkan terasa jika benar tak ada ikatannya 

Biarkan bahasaku tetap berputar-putar 
Menenangkan egoku yang ingin hanya dipahami 
Tak ada yang sulit jika kau ingin membacanya 
Tidakkah kau memahami dunia ini hanya dengan membaca
Membaca tanda-tanda, gejala, kehidupan, sikap, dan sederet hal lainnya


Jumat, 05 September 2014

Biasanya Tak Bisa

Biasanya akan ada yang larut dalam pikiranku
Biasanya akan ada bias-bias kepahaman yang aku rengkuh
Biasanya aku takkan sepeka ini
Biasanya aku takkan berusaha sekeras ini

Entah, perubahan ini datang tanpa disadari
Semakin larut ingin memahami
Semakin jauh ini semua dari kepahamanku
Semakin menjauhkan dari pikir
Semakin mengejar-ngejar ia dalam nyataku

Inikah yang dikatakan orang perasaan yang tak terbantahkan
Yang kau tak bisa mengelak jika terkena
Yang kau tak bisa mengerti dari mana memulainya
Yang kau tak bisa atasi dengan logika
Yang hanya bisa dirasakan tanpa tahu bentuk nyata

Ia menyapamu dikelengahan
Tak apa, ia adalah fitrah
Tak apa, ia hanya sebuah anugerah
Tak apa, semoga tak melebihi kecintaan pada sang cinta sejati,
Tuhan penggenggam bumi dan langit

Ia hanya akan bergejolak sebentar
Kemudian redup di ambang jarak
Terluput jika tak ada ikatan
Selama benar belum dalam restu-Nya
Tutuplah sejenak, di sanubari terdalam

Senin, 01 September 2014

Sekedar Celoteh II

Jeduk...
Kali ini tepat di pintu masuk seorang teman. Maklum, postur mengharuskanku menunduk, tapi sepertinya rasa awasku agak terkikis hari ini, jadilah kepala bertemu pasak pintu. Rada pusing, tapi cepat-cepat aku berganti ekspresi. Ini bukan pertama kalinya. Pernah di rumah nenek, dan tante juga. Aih, malunya. Baru masuk hendak bertamu, semua menoleh gara-gara suara nyaring, terbentur. 

Kejadian ini takkan terulang jika kemudian aku berkonsentrasi penuh. Tetapi sepertinya ada hal yang terus bergantung di kepalaku. Pikiran yang membuatku terus merenung. Kadangkala aku memikirkan masalah sepele (menurut orang) atau memikirkan kesalahan yang aku perbuat ketika melakukan sesuatu, sepertinya aku tak bisa memungkiri cap yang diberikan teman kepadaku.

"Kau itu gadis yang terlalu banyak berpikir, terlalu khawatir dan akhirnya sulit memilih dan menentukan  kebaikan untukmu sendiri"

Terima kasih sobat. Kau tahu kan? Pastinya. Aku ini orang yang kurang peka terhadap diri sendiri. Sering melakukan kesalahan dan kemudian menyesali pilihan. Tetapi, yang aku tahu, Allah yang selalu menuntunku lewat perantara-perantaranya. Rasanya, dari masalah terbentur, aku memiliki pembahasan yang mendalam. hehehe..

Dan begitulah, kini September menemuiku. Ada banyak jejak di bulan-bulan lalu yang membahagiakan. Hei, jangan katakan aku kurang peningkatan. Aku berusaha kok. Benar. Semoga tak bosan mendengarkan curhatku. Maklum, aku butuh ruang berekspresi. Setelah bercerita rasanya lega. Menekan tuts di keyboard notebook kesayanganku, si Panda, membuatku ingin terus berkarya, memberi manfaat, dan bukan hanya sekedar celoteh. hehehe

So... welcome September.... ^_^


Sekedar Misteri

Jam berdetak meninggalkan angka-angka yang beranjak pergi
Biarkan malam menunjukkan indahnya 
Bintang-bintang bertabur dengan seenaknya
Ah, bersinar seperti itu dan membuat semesta melihatmu 
Sungguh, aku hanya bisa tersenyum dan tak henti berdecak kagum pada Pencipta mu

Ku edarkan pandangan sekeliling
Menatap punggung seorang insan 
Tak ada kata yang bisa aku ucapkan 
Aku hanya melihat beban berat di pundaknya yang tampak kokoh
Mungkin, orang lain tak melihatnya
Tetapi aku, tanpa sadar telah memperhatikannya lama...
Ingin rasanya berkata "kuatkan dirimu, kau pasti bisa"
Tapi setumpuk kata-kata yang sedianya aku ucap, tersendak di tenggorokan

Dari belakang, aku mengikut jejakmu
Sepertinya pun kau tak menyadari 
Sesampai di tanah berpasir
Ombak menggulung menyentuh kaki
Bulan purnama kian menyinari 
Samar, aku melihat wajah kekalutan yang kau tunjukkan 
Sepertinya rapuh kini mulai menghampirimu

Aku, ingin mendekat dan bertanya.
Lalu, riuh suara-suara langkah kaki berlari menujumu
Sekelompok sahabatmu telah mengambil alih situasi
Lega, senyum simpul bergelayut di wajahmu yang teduh 
Harusnya aku tak penasaran, 
Harusnya aku tak mengikutimu kemari
Lihatlah aku yang selalu ingin tahu keadaanmu 
Bertanya, apa kau baik-baik saja
Berdiri terpaku dan tak bisa berkata-kata

Kau, janganlah menyimpan sedih itu sendiri
Kau, cobalah membuka hati untuk bicara dan menemukan solusi bersama 
Wajah sendumu malam ini ternyata terlihat oleh gadis sepertiku
Gadis yang sok tahu dan selalu penasaran tentangmu 
Engkau seakan-akan misteri yang tak habisnya beredar dalam kasusku 

Tetapi, apakah kau tahu ini?
Apakah kau tahu aku? 
Apakah aku turut dalam daftar orang-orang yang pernah hadir di hidupmu? 
Malam makin larut, baiknya aku beranjak pulang
Menuliskan kisah keingintahuanku malam ini dan kembali di kehidupanku semula
Kau tahu, misteri, aku senantiasa mendoakan kebahagiaanmu 
Sesaat kau berbalik, saat itu pula aku tak ingin menatap kekalutanmu lagi
Tetapi, jika itu terjadi, aku harap 
Semoga ada saja orang yang akan membuatmu tersenyum
Senyum merekah yang kau tunjukkan malam ini.


Amanah yang Kedua

Lama tak menjumpaimu blog. Belakangan aku sibuk dengan tugas utamaku sebagai ibu dua anak. Tugasku kini bertambah, seiring dengan umurk...