Sabtu, 28 Juni 2014

Hafiz Qur'an


Membayangkan bagaimana generasi-generasi Muslim-Muslimah kelak.
Tak berhenti aku meminta agar mereka mampu menggenggam agama ini dalam kemajuan
Aku benar-benar terharu melihat santri-santri penghafal Al Qur'an di tv. Umur mereka berkali lipat di bawahku tapi mereka mampu menghafalkan kalam Allah dengan bangga dan (Masyaallah) sungguh lancar. Tiap menyaksikan tayangannya, aku selalu mengucap agar kelak, saat Allah menitipkan jagoan kecil untukku atau muslimah manis, yang aku mampu mendidiknya agar cinta Al Qur'an sama seperti yang kusaksikan.Ia melampaui Ibu Bapak nya dalam kebaikan dan takwa. Ah..sungguh aku ingin berkata..

Nak, rasanya ingin aku peluk kalian satu-satu. Sungguh aku pun jadi malu mendengar hafalan kalian. Aku juga ingin demikian. ^_^

Ada bahkan di usianya yang menggenap 4 tahun, ia akan segera menamatkan 30 juz hafalan. Aku...raut wajahku, entah, yang aku rasa sekujur badanku merinding. Melihat usiaku, hmm, tapi tak ada kata terlambat. Siapkan diri, dimana ada kemauan di situ ada jalan. ya Robbi, rahmati kami....

Kalau Aku...

Malam,
Seharusnya aku menderetkan banyak kisah
Aku berpikir, banyak hal yang menjadi prasangka yang tak terduga mampir di kepala
Sebuah pencitraan yang membuat jengah dan akhirnya melukai diri sendiri
Setidaknya tidak melukai orang lain.
Tapi apakah ini yang kamu mau? Tidakkah kamu ingin tampil apa adanya saja? Bukan untuk menjadi insan yang selalu ingin dinilai tampilan luarnya saja. Sedang di hati meraung-raungkan pemberhentian atas sikap.
Jika Allah subhanahu wa taala tak menutup aib diri, niscaya setiap insan takkan mampu mendekati dan membaui laku yang kian membusuk terlampau lama.

Aku pada diriku, berkaca kian tak percaya, bisakah aku merasa bahagia. Bertemu orang yang bisa melengkapi hidupku dan menasehatiku kala aku butuh. Tertawa dengannya dan menceritakan hal yang ingin aku ungkapkan tanpa batas antara kami. Ia menjadi penyemangatku kala aku telah lelah dengan diriku sendiri.
Aku tahu kamu takkan mampu memenuhi rasa ingin tahu orang dengan seluruh penjelasan yang kamu punyai.
Kamu takkan mampu membahagiakan tiap insan yang kamu temui ditiap fase perjalanan singkat yang kita lampaui bersama.
Aku ingin kamu mengenaliku dengan apa adanya aku. Tanpa laku yang berubah, dengan niat kepemilikan ikhlas karena saling melengkapi dan menuntun ke arah ridho-Nya.
Jauh, aku merasa.
Tiada lain dan tiada lagi, jelas sekali aku hanya bergantung pada penetapan-Nya dalam lingkar takdirku. Tiap detik tiada ragu. Merubah diri menjadi insan yang selalu mendekatkan diri dalam cinta sang Pencipta. Aku hanya sebiji dari hitungan seluruh pasir di pantai. Di atasku masih banyak hamba yang lebih baik takwanya, ibadahnya, lakunya, ikhlasnya. Aku sungguh rendah, tak berarti apa-apa jika aku menjauh dari-Nya.



Kamu, yang memasuki kehidupanku. Kiranya mungkin kamu kenal aku dalam kebahagiaan dan keceriaan. Namun, harus kamu tahu. Aku masih memiliki sepotong rasa egois, sepetak kecemburuan, segelas rasa iri, dan keinginan manusia dengan dasar hawa nafsunya.
Tetapi, usahaku mengarahkan diri, cemburu agar mampu memperbaiki diri, lebih baik. Egois karena menginginkan waktu lebih banyak dengan-Nya. Iri karena ingin jadi hamba keren , sekeren Khadijah, Aisyah, Fatimah, sahabat-sahabat Rasulullah, dan orang-orang yang mendekap iman ini, Islam ini, dengan istiqomah hingga ruhnya meninggalkan raga. Mereka berbahagia dengan imannya.

Dambaku, aku tak ingin hanya sekedar ingin. Bantu aku mendorongnya hingga titik terdalam agar ia tak bosan-bosan mengejar-ngejar cinta Robbnya. Langit temaram berhias cahaya gemintang, detak-detak jarum jam mengantar ke sepertiga malam. Kuhantar doa bagi dia yang tak aku tahu siapa  yang sedia saling melengkapi, bagi mereka yang masih di jalan juangnya untuk iman di hati, dan untukku yang masih bergulat dan ingin istiqomah tetap menjulurkan kesediaannya atas aku yang tak berdaya.

Dalam keheningan malam Ramadhan, merindui yang terindukan, meresapi cinta sang Pencipta, mengecap syukur atas nikmat tiada tara. Ahlan wa sahlan Ramadhan.... ^_^



Jumat, 27 Juni 2014

Pergi Jauh

Dan kadang kala kita menemukan hati dalam kediaman dan kesepian keadaan.
Rasa yang memuncah kemudian surut tatkala tiba pada batasnya
Namun, pengharapan atas rasa tertinggi itu adalah agar ia takkan jauh dari batas semestinya
Ia ingin selalu setia pada skala terbaik
Menghimpun kenyataan atas fakta - fakta
Merajutnya dalam bait seni terindah
Pengagungan pada sang Pencipta, pemilik ajaibnya dunia

Terbata-bata pernah berucap kata ragu
Berbicara keraguan dalam kadar tertentu
Berusaha mengerti maksud satu-satu
Meraba - raba hal terindah di masa itu
Ragu-ragu, haru biru , was-was
Jauh-jauh dari aku
Akan aku hapus kamu dari otakku

Tak ada nelangsa malam-malam bersama
Menundukkan hati
Takluk pada kuasa tertinggi atas diri
Ragu-ragu, haru biru, was-was
Sekali lagi aku ingatkan kamu
Jauh-jauh dari aku
Tak ingin aku terganggu karena kamu
Malam kini aku menyemai kasih dengan-Nya kekasih sejati

Sabtu, 21 Juni 2014

Sekedar Cerita Si Kakak dan Si Adik


Ide-ide mulai menautkanku pada tulisan panjang. Rasanya ia ingin segera kutuangkan sebelum rasa malas kembali melingkupiku. Netbook yang telah menemaniku selama empat tahun belakangan menjadi tempat curahan hati. Memori data D dipenuhi dengan tulisan-tulisanku. Semuanya aku jadikan satu sarang agar kemudian aku tidak bingung mencari kemana mereka semua.  Maklum, banyak di antaranya tidak jelas kapan akan kelar ,sebagian lainnya menunggu komentar dari kawan terpercaya, lalu sebagian lainnya rencana ingin aku kirimkan ke media. Berharap satu di antara sekian yang aku kirimkan bisa terbit.

“Kak ! Air udah mendidih tuh”

Uh, rasanya aku ingin menghilang sejenak meninggalkan rutinitas pekerjaan rumah. Huwa… bagaimana tulisanku bisa selesai.

Ratapku dalam hati, dan selalu demikian. Andai saja aku mampu meminjam alat Doraemon, permintaanku itu bisa saja jadi kenyataan. Aih, tak berhentinya imajinasiku ini. Kenyataan mulai memaki karena aku terlalu larut dengan khayalku yang canggih. Pernah juga satu kali, aku ingin sekali memiliki pintu kemana saja. Mau tahu kenapa? Ini semua gara-gara rasa iri pada seorang teman. Ia mulai mengunggah foto-fotonya di setiap belahan dunia tempat ia memijakkan kaki.

“Oh, China…”

Status terupdatenya saat itu. Dengan memajang foto saat ia menapaki tangga di tembok China yang super legendaris. Lalu berikutnya, Thailand. Foto-fiti saat wara-wiri di sekitaran pasar Thailand sana, menikmati perjalanan di pasar apung Thailand. Sungguh bikin nyesek. Yang paling nyesek, seorang teman telah umroh. Muka mupeng karena pengen. Ya Robb, saya kapan ya ? -_-

Ya, begitulah nasib seorang pecinta travel yang tidak punya banyak rupiah. Hanya bisa mendam rasa dan nunggu tabungan pas buat jalan. Oya, jangan jadikan rasa iri itu membuatmu menjadi berlaku negative sama yang jadi sasaran ke-iri-anmu. Jadikan ia sebagai pendorong buat cita-cita yang masih kamu usahakan. Aku biasanya mikir, masa mereka bisa aku ngga’. Tapi kadang ucapanku itu nangkring di otak saja gara-gara, ya, malas itu tadi. Jadi sebisa mungkin hindari si malas itu ya ,Nak. Dia ngga sungkan membuat kamu nyesal dan hilang kesempatan. Jangan ulangi kesalahan yang sama, Nak.*berasa jadi Emak..hihihi…

Kembali soal tulisan. ^_^

Bisa dibilang saya pecinta seni sejak kecil. Dari SD dapat juara lomba nyanyi dan puisi (Tidak maksud pamer ya pemirsa). Karena kemudian saya memilih hengkang dari dunia tarik suara, karena lebih mengedepankan menjaga aurat (suara) saya. Dan…tada… menulis menjadi kegiatan rutin melepas penat, sakit hati, kesepian, sampai dari bahagia ke bahagia pake banget dan banget.

“Ih, nih kakak, dibilangin juga, tuh air dah mendidih dari tadi. Dimarahin Emak, Didin ngga tanggung jawab loh”
“Iya… iya.. sabar.. orang sabar disayang Alloh adik manis.”
“Bilangin sabar ama airnya tuh kak, dari tadi udah pada demo pengen keluar dari panci gara-gara kepanasan”

Udah dongkol kali adik saya yah, akhirnya dia mengucurkan kata-kata seperti itu. Saya, hanya cengengesan dan berlalu meninggalkannya yang geleng-geleng kepala. Baru kelas 5 sekolah dasar, kelakuannya lebih baik (mungkin) ketimbang saya dan berlagak kayak orang dewasa.  Suatu hari saya nonton tv sama dia.

“Kak, ganti channel dong”
“Ngga ah, lagi seru nih, tuh kan Barbie udah mau ketemu pangeran tuh”
“Dasar tontonan anak perempuan”
“Kamu bilang apa tadi?“
“Kan kakak perempuan, tontonan andalannya Barbie. Nah kalau perempuan dan masih suka Barbie sudah betulkan kalau dibilangin dasar anak perempuan. Soalnya hanya anak perempuan yang suka sama Barbie. Tapi, tunggu, kakak ini masih kategori anak-anak apa bukan ya? Umur setahun lagi dua puluh masalahnya”

Merasa disindir, geser kursi, matiin tv, dan angkat kaki. Benar-benar jengkel tingkat tinggi.

“Ckckck, benar, kakak masih kayak anak-anak, ngambekkan, manyun pula”
Si adik nyalain tv lagi. Pas lagi serunya. Mati lampu.
“Yah, mati lampu. Ah, padahal Tsubasa mau nendang bolanya ke gawang”
Nungguin si listrik nyala, si adik ngitung sampai sepuluh. Hitungan sepuluh lampu sudah menyala lagi.
“Kakak dari mana? “

Waduh, dia ngeliat, padahal ini lagi ngendap-ngendap ke kamar.

“Habis dari teras, tadi. Kenapa?” jawabku agak jutek.
“Maafin Didin, kayaknya gara-gara gangguin kakak tadi, akhirnya Didin juga kena balasan”

Beuh, ternyata dia menyadari.

“Dimaafin, kan, Kak?”
“Mm” jawabku seraya mengangguk.
“Jangan di ulang ya”

Kata-kataku dibalas anggukan oleh si adik. Dalam hati rasa tidak enak mulai menyerang. Benarlah pikiran sebagai kakak yang licik nempel di jidat. Tidak tahu saja adikku kalau aku yang mengerjainya dengan mematikan kilometer lampu (ngga tau nama resminya apa) di teras. Kelakuan…ckckck… jangan di contoh ya… hehehe…


Nyambung lain kali ^_^

Senin, 16 Juni 2014

Paham

Jejak langkah terlampau jauh
Mengikut bayang diri dari kejauhan
Aku paham, jarak takkan menyatu
Aku paham, kau telah memilih
Sepahamnya aku hingga nalar tak mampu lagi protes
Daya akan hati seakan memudar 
Pendaran atas jiwa yang berbahagia tiada seindah lalu
Jauh, aku tatap parasmu berlatar warna senja

Dentam jantung
Apakah kau rasa?
Meski beribu kali berpaling, sungguh
Waktu mungkin akan memudarkannya
Namun, rasa tetap ada saat bersua
Dentam jantung yang bahkan menggetarkan selingkup tubuh 

Minggu, 15 Juni 2014

Surat untuk Bapak

Kepada Bapak Tercinta

Sekian usiamu kini , namun aku belum mampu membuatmu merasa bangga. Ketika ada kesulitan Bapak yang selalu pertama menolong. Bapak tidak pernah mengeluh akan apa yang dikerjakan. setiap apa yang diberikan untuk kebaikan anak istri.

Bapak pasti paling tahu, anak gadisnya ini sangat suka dengan bintang sejak kanak. Sampai kini, ketika dibonceng Bapak saat malam hari, bapak sengaja melambatkan motor, membiarkanku menikmati pendaran cahaya bintang di sepanjang jalan menuju desa, tempat tinggal kami.

Bapak, sebagai seorang anak, saat ini hanya bisa berdo'a kepada sang Pemegang kebahagiaan atas hidup, moga Bapak senantiasa berbahagia, senantiasa diridhoi Allah. Setiap pagi menciumi punggung tanganmu tanda pamitku untuk beraktifitas, saat itu juga aku makin bersyukur karena diberi seorang Bapak yang mengerti anak gadisnya.

Sabtu, 14 Juni 2014

Hujan

Di bawah hujan
Aku meleburkan semua rasa
Semua pikirku
Semua kegamanganku
Tetes air menyejukkan mendentam kerontangnya hati
Bahkan hingga saat ini
Logika dan hati masih memihak kepadamu
Ah, bagaimana aku memutusnya
Aku harus merelakanmu

Rabu, 04 Juni 2014

Dalam Do'a


Ya Rabb...
Pembuka takdirku
Kuatkanlah ikatan semangat hidupku
Pilihkan jalan terbaik atas kegamangan di antara pilihan-pilihan

Jalan kebahagiaan meliputi temaram dasar hati
yang rapuh tanpa bimbingan
Lalu ku hadapkan wajah pada garis takdir
Yang mewujudkan pertemuan di batas senja

Pete-Pete part II

Pete-pete menjadi transportasi satu-satunya yang bisa menolong kala Bapak tidak bisa mengantar. Hehehe....Setiap pagi, saya harus masuk kerja tepat waktu, namun tetap harus menunggu sabar sampai ada pete-pete yang lewat. Kadang harus menunggu sampai 10 atau 15 menit, maklum pete-pete yang menjadi angkutan desa memiliki jadwal yang tidak tentu. 

Pagi itu seperti biasanya saya menunggu di pinggir jalan, dan sekitar 10 menit, sudah ada pete-pete yang bersedia mengambil penumpang. Suara musik andalan pak Supir menjadi teman di perjalanan 15 menit menuju sekolah tempat bekerja. Biasanya lagu yang diputar adalah lagu dangdut khas , seperti bang Rhoma, atau lagu Bugis-Makassar khas Sulawesi Selatan. Tapi, kali ini, suara bang Ebit G. Ade telah mengalun beriring suara mesin dari pete-pete. 

Sampai kemudian di lagu " Titip Rindu Buat Ayah ". 

Dimatamu masih tersimpan Selaksa peristiwa
Benturan dan hembasan terpahang dikeningmu
Kau nampak tua dan lelah keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah .... hmmm hmmm ...

Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin syarat
Kau tetap bertahan
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari

Kini kurus dalam terbungkus hmmm
Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia

Ayah dalam hening sepi kurindu
Untuk menuai padi milik kita
Namun kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu banyak menanggung beban ho ho

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari
Kini kurus dalam terbungkus hmmm
Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia

Bapak, ya, pikiranku tertuju kepada beliau. Bapak yang selama ini mati-matian menjaga kami keluarganya. Bapak yang kerja banting tulang untuk menyekolahkan kami. Bapak yang selalu menjemput saat tidak ada lagi pete-pete saat saya  pulang terlambat dari kampus saat itu. Sekarang , ketika mulai bekerja , saya mulai sedikit merasakan bagaimana kepenatan Bapak di kantor. Keluhan, Bapak tidak pernah mengeluarkan kata-kata keluhan. Ketika sedang capek pun, beliau hanya pergi ke kamar lalu tidur , tanpa harus menyampaikan keluhan-keluhan atas pekerjaannya yang melelahkan. 

Pagi saat itu, sesampai di tujuan , lagu itu pun selesai. Hehehe, waktunya pas. Pete-pete pagi ini, mengantarkan kerinduan pada Bapak. Orang tua yang paling berharga di setiap tahap kehidupanku. Membayangkan beliau akan beranjak tua segera, meneteslah air mata. 

Jika dipertanyakan masalah hati ...

Pada orang yang mencintai dalam diamnya. Meskipun mungkin petuah-petuah telah membuat ia makin menutup diri atas khayal yang tinggi. Namun, tetap saja hati takkan bisa berbohong. Pasti, saat bertemu orang yang disukai perasaan jadi kurang menentu. Jantung deg-degan, salah tingkah, bahkan kadang marah tidak jelas. Saya tidak memungkiri hal itu, dan saya kira semua orang telah mengalaminya. ^_^

Saya senang mengutip, dan men-share kata-kata Bang Tere Liye,  dalam akun facebooknya soal hati dan rasa suka. Penjelasan saya lebih banyak mengarah ke kesimpulan atas apa yang saya pernah baca.

Ketika ada rasa suka sebaiknya jangan diumbar-umbar , kita takkan tahu apakah ia akan bertambah atau berkurang seiring dengan waktu. Setiap hari bilang "cinta" tapi tidak ada keseriusan ke pelaminan, sama saja dengan memberi harapan palsu alias PHP kepada si penanti cinta.

Hmm, jatuh hati memang rumit, dan hati bukanlah halte tempat persinggahan. Hati bisa diumpamakan seperti bendungan. Ia tidak dapat dibuka sembarangan. Jika sembarangan bisa saja menimbulkan bahaya.

Kesabaran dalam penantian saya rasa lebih baik, dan lebih membuat kita terhormat. Memendam perasaan sangat sulit ( saya akui ), tapi kemudian ketika saya berpikir bahwa saya akan mendapatkan yang baik atas penantian dan perbaikan diri, maka kesabaran itu seperti manisan kapas yang hanya terasa sebentar dimulut tapi tetap terasa manis.

Yakin pada Allah, bahwa yang baik akan berjodoh dengan yang baik dan begitupun sebaliknya. Tentu saja hal ini takkan tertukar. Mintalah pada Allah jodoh terbaik dari sisi-Nya seraya berusaha membaikkan diri dalam penantian.



Senin, 02 Juni 2014

Temukan

Tenanglah...
Di sana kau akan menemukan titik cahaya
Cahaya pencerahan pencarianmu
Lama...
Selamilah lebih lama
Selama itu kau akan menemukan ruang
Ruang yang telah lama kau miliki
Dapatkan....
Setelah kau dapatkan
Kau takkan menyangka bahwa ia sedekat itu....

Cinta

Cinta, mengajakku dalam dekapan iman yang panjang. Atas yakinku pada Pencipta ku , atas yakinku pada tauladan Rasul ku.

Cinta. Kata tersulit yang  pernah ada ketika aku berhadapan denganmu. Ia merasuk ke dalam sanubari tanpa tersadari. Membisiki rindu kepada hati tak berpenghuni. Menguntai angan akan bahagia sejoli. Cinta. Kata itu mengangkat rasaku atas kesendirian, atas kepedihan, atas lara, menghamburkan kesedihan, mengoyak pilu.

Cinta merengkuhku dalam bait-bait syairnya. Mengantarku pada pelataran hatinya. Menelusupkan kasih atas si pembawa hati. Si penerima takdir atas diriku.

Cinta. Ada banyak kata yang terangkai karenamu. Engkau membawa jari ini mengukir asa untuk diri. Melambungkanku pada bahagia atas hati terbalas. Namun, kadang kau bagai menghempaskan seorang, kala ia tak mampu memegang kendali atas perasaan.

Cinta, tumbuh dengan fitrahnya. Mengakar ke relung terdalam hati. Ia subur kala disirami tepat. Namun, akan layu dan gugur kala terlupa. Ia akan baik dalam penjagaan baik. Namun, buruk dalam penjagaan buruk.


Cinta, kau hanya sebuah kata dalam tulisanku. Tapi, ketika kau memasuki ranah rasa. Sebanyak apapun kataku, kau tetap tak dapat ku defenisikan dengan tepat dan fasih. Kau kata yang kurasa, kata yang melukis bahagia, kata yang mengutuhkan aku dengan belahan jiwa, yang mengikatku pada sanak keluarga, kata yang merangkulku pada sang Pemilik atas cinta sejati.

Minggu, 01 Juni 2014

Hujan awal Juni

Akhir kisah atas bulan Mei
Menepi batas atas sabar
Hujan bulan Juni
Menepis debu-debu tepian jalan
Kala aku tersungkur dalam lara
Entah bagaimana dan harus apa?
Jalan kurengkuh sejak dulu pergi
Mengambangkan anganku yang tak kesampaian
Risaulah hati bagai ditohok sembilu
Pilu menusuk tak tertahankan

Maaf , aku tak sanggup menanggung
Maaf , aku tak mampu mengubah
Bingkai tataan salah
Tak kuasa aku baikkan
Ah, benar salahku jua
Hujan bulan Juni , bawa aku meresapi tetesanmu

Meluruhkan sedihku
Tumpahan tangisku
Basahilah perihnya kepiluanku
Tenggorokanku tertahan kata-kata sesal
Hatiku meraung tak terdengar telinga manusia

Hujan bulan Juni
Dengan seru sang Penguasa mu
Ku mohon bawalah keajaiban layaknya di negeri dongeng
Bawalah keajaiban di nyataku
Bawalah ia penguatku atas salah yang terlampau menyedihkan

Amanah yang Kedua

Lama tak menjumpaimu blog. Belakangan aku sibuk dengan tugas utamaku sebagai ibu dua anak. Tugasku kini bertambah, seiring dengan umurk...