Jumat, 25 Desember 2015

Bulan Keenam

Desember tahun ini, jauh beda dengan Desember tahun lalu. Hal yang paling menonjol adalah, keberadaanmu dalam kehidupanku kini. Aih, kembali melankolis rasanya, sepertinya hujan memegang peran penting yang mendukung suasana hari ini. 

Enam bulan lalu, masih , kita dalam dunia masing-masing. Sendiri. Satu-satu menyelesaikan apa yang kita kerjakan, apapun amanah itu, juga dengan berbagai problema diri. Kini, bersama, kau dan aku, menantikan anggota baru dalam tim ini. Hehehe... harap-harap cemas, ya, tentu saja. Namun, kau begitu lihai memberikanku pemahaman dan tentu menenangkanku. 

Seterusnya, ada banyak hal yang mulai disesuaikan. Sepenggal cerita hari ini. 


Rabu, 20 Mei 2015

Terikat Tingkah

Sepandai apa kau menahan amarah ?
Sebanyak aku melampiaskannya dengan air mata
Kau terlalu mengada-ada.. -_-
Begitukah? Entahlah, sekiranya begini, ketika marah dan melontarkan apa yang ada dipikiranmu saat itu, rasa-rasanya kau akan menyesal melakukannya. Tersebab, emosi yang mengendalikan pikiran dan hatimu saat itu, jadi, apakah akan berpikir ulang dan dapatkah ditarik kembali ketika terucapkan
Oh, seperti itu? 
Ya..ya.. begitulah ..^_^

Lalu, seperti apa jika kecewa?
Sepenuh hatiku ketika menangis
Lagi?
Hahaha.. ya...
Oh, air matamu sungguh banyak
Entahlah, aku berpikir ketika mengatakan kekecewaanku , apakah akan berubah dengan serta merta?
Terlalu pesimis
Ah, bisa jadi.. ^_^
-_-

Dan jika kau bersedih, kau takkan bilang semuanya akan tuntas dengan air mata. -_-
Ahaha.. menurutku ya. Tapi, sampai kapan akan bersedih, wajahmu akan awet muda dengan banyak tersenyum. Hatimu lebih leluasa saat kau berusaha menerima dengan lapang. Bisa jadi jika bersedih wajahku tampak jelek .. 
Heh? 
Iya.
Jadi kayak gimana? 
Hahaha.. lihat saja sendiri.. :P

Namun, yang kau katakan itu , benarkah terjadi? 
Mmm, kadang kala aku lupa menyelesaikan sesuatu dengan caraku itu. 
Lalu?
Banyakin do'a dan istighfar. Sesuatu yang mampu terucap, namun seringkali tak terucap
Dan ?
Kau tahu, setiap apa yang kita lakukan mungkin tak sepenuhnya dipahami orang. Akan sulit pula dijelaskan pada tiap individunya, mereka memiliki asumsi masing-masing. Jadi, lakukan yang terbaik, jaga hati orang lain agar hatimu juga terjaga. Banyak-banyak ingat sang Pemilik kita, agar kita pun sering-sering diingat-Nya. Mungkin yang aku katakan tergolong sulit terealisasi jika tak sungguh-sungguh, jadi ingatkan aku kala aku lupa, apalagi aku telah menasehatkannya padamu.
Hahaha.... aku pun ... 

Dari Mata Keduanya

Bu, sedang berpikir apa? 
Garis di dahimu nampak jelas saat ini, memikirkan sesuatu?

Pak, apa hari ini begadang lagi?
Pekerjaan sudah berkurang namun belum juga tertidur. 
Memikirkan sesuatu?

Kedua orang tua, makin hari, makin menua dalam cemas pada kami anaknya
Berpikir lagi kemana putrinya kelak akan pergi, tersebab perwalian telah beralih
Lalu, pikiran pada anak lelakinya yang super cuek, kadangkala tak menghiraukan diri, misalnya makan, jika telah asyik dengan pekerjaannya dihadapan laptop. 

Anak, takkan tahu pikiran orang tua ketika mereka belum merasai menjadi orang tua sebagaimana kalian berdua masa kini. 
Seperti halnya aku. 

AKU, AYAH DAN GADGET


Aku masih duduk di atas gundukan pasir yang tersimpan di halaman rumah. Menatap sendu pada langit , dan mengingat-ngingat teman bermain yang dahulu menemani.

“ Ayah dulu, jika siang begini, berlari ke lapangan . Kadang kala mengejar teman yang sibuk bermain sepeda, sementara layangan hendak diterbangkan di atasnya”

Ayah, suatu kali berbicara , masa kecil yang lucu dan selalu terkenang. Saat tetangganya menangis karena kue tanah yang dibuatnya bersama anak perempuan lain di kata rasanya tak enak oleh si anak lelaki yang berperan sebagai pencicip makanan.

“Ayah, apakah aku juga boleh meminta sesuatu?”

“Apa itu nak?”

“Teman-temanku memiliki Ipad atau tidak mereka memakai hape , Ayah. Aku juga mau seperti Ipad Nandar, atau Ayah beli hape baru yang lebih canggih seperti hape ayahnya Dito. Jika bermain bersama mereka , saya hanya menontonnya memainkan game. Tidak seru.”

Komplain pada ayah. Yah, itulah yang aku lakukan. Permainan kami tak seseru dulu, teman-teman sibuk dengan teknologi yang dipegangnya.

Ayah hanya menjawab pertanyaanku dengan senyumnya.

“Kalau Ayah membelikan apa yang kamu minta, bentar Ayah hanya menontonmu juga. Lalu, ayah dicuekin.”

“Hmm”

“Ayah temani main, mau?”

“Yeee… mau..mau… tapi Ayah, sebentar sore izinkan Danang ke rumah Dito ya…”

“Siip.. “

Jumat, 17 April 2015

Tentang Syukur ( Hanya Soal Aku dan Pandangan )

Suatu ketika kau menatap bagaimana seorang itu berhasil menata hidupnya
Mereka berbahagia dengan apa yang mereka dapatkan
Lalu, diam-diam kau berdo'a ingin mendapat bahagia yang sama dengan bahagia mereka 

Juga melihat dengan bangga kawan yang memiliki kesuksesan yang tak setara dengan kita
Lalu, diam-diam berdo'a mendapat sukses yang sama

Menurutku boleh saja mengharap bahagia layaknya orang lain yang kau tatap
Tetapi, apakah memang cocok bahagia itu kau dapatkan 
Sudahkah memberi bahagia pada sekelilingmu? Paling dekat , keluarga. 
Dengan begitu, bisa saja, Allah mengirim bahagia yang tak terduga padamu
Semisalnya, orang yang datang padamu adalah orang yang selama ini kau memang nantikan..
Hadeuh.. :D

Oh, juga, soal sukses.
Apakah bisa kita raih? 
Saya memikirkan kata-kata yang pernah saya baca, lalu selalu berkesimpulan
Setiap apa yang diraih orang lain, adalah dari hasil perjuangan yang ia lakukan
Kita tak pernah tahu kadarnya
Maksudku, meskipun kau bertemu dia sehari-hari, tapi Allah saja yang menimbang  hasil kerja dengan adil dari niat dalam hatinya. 

Selalu, dan selalu, jangan lupa bersyukur, Nak

Kata Bapak dan Mama, suatu waktu dari kawan juga demikian , saya tersentak dengan kata-kata itu.
Membayangkan apa-apa yang ingin kau miliki tetapi dengan kadar ketercapaian 0,1% dalam pikiranmu, tidakkah itu akan membuat pusing ..-_-
Misalnya keinginan menjejakkan kaki ditiap tempat yang kau ingini, lalu bagai kejutan dikatakanlah
" Nak, harus punya orang yang bisa jaga dulu, ngga bagus gadis pergi ketempat jauh tanpa mahram"
Intinya? hahaha.. tahulah... pembahasan masalah pendamping itu.. ehem.. rumit pemirsa.. jadi don't worry, keep fighting (emang kungfu.. -_- ),  then do'a dan perbaiki kualitas diri. Mengindahkan diri dengan niat Lillah yak.. ^_^
Lalu, jurus ampuh diciptakan untuk menghalau galau ( haddeh .. ), sifat syukur, yang harusnya bertahan lama sebagai senjata ampuh melawan sifat rakus. Lalu rasa cinta untuk menawar benci.. *alah... :D

Untuk aku (atau bisa jadi buatmu juga.. ^_^ )
Hei, bersemangatlah 
Jangan hanya selalu terpaku dalam teorimu tentang hidup indah dengan usaha dan do'a, tetapi berbuatlah demikian. 
Banyak bersyukur anak muda, tidakkah kau ingat? 
Seorang Bapak tua mengayuh becak dengan cucunya yang banyak pertanyaan menuju pasar, bisa jadi beliau mengharapkan motor seperti yang kau gunakan agar lebih mudah baginya
Atau seorang Kakek yang menjajakan daun singkong dengan sepeda ontel tanpa alas kaki di pagi hari di sekitar rumah, beliau bisa jadi mengharap bekerja tak terlalu keras hari itu, bersyukurlah dengan pekerjaan yang menghampirimu di usia muda dan hasilnya bisa ditabung sedikit-sedikit. 

Tentang syukur dan apa yang akau dapatkan hingga detik hidupku yang kesekian. 
Keluarga, hidup yang luar biasa (hehehe.. karena anak rumahan adalah hal yang belum mainstream.. :D ) , juga bertemu kamu.. kamu.. ya.. kamu juga .. banyak-banyak pertemuan bermanfaat lainnya, meskipun kelak kita bertanggung jawab atas diri masing-masing. Tetapi, do'a untuk dipertemukan lagi, tentu boleh, kan? 

Bersyukurlah... ^_^

Senin, 16 Maret 2015

Kenang

Mungkin benar yang dikatakan orang, meskipun jauh kau sudah melangkah, masa lalu kadang membawamu untuk kembali di tempat yang sama. Maksud kembali itu akan berbeda dimaknai setiap orang. Bagiku, kembali, bukan berati ingin mengulang, hanya saja, kembali untukku adalah mengenang. Entah, hari ini, aku mengenangkan sahabat lama yang tak mampu lagi aku tanyakan kabarnya. 

Aku ingat masa dimana aku bermain di bawah pohon asam, belakang rumah. Duduk merengut, dengan wajah yang kemerahan. Ketika seperti itu, aku sedang marah. Mama, agak kesal denganku, mungkin karena aku selalu lupa menaruh buku bacaanku kembali ketempatnya. Dasar anak-anak, dipikiranku setelah pulang sekolah adalah bermain, tanpa harus lebih dulu merapikan meja setelah tuntas bergulat dengan PR Matematika.

"Hei, muka imut, kamu kembali cemberut, ada apa?" sapaanmu kala itu.
"Heh? Muka imut, perasaan setiap hari bertemu denganku kau menyapaku dengan sebutan Endut" 

Dia Rian, bocah yang saat itu seumuranku, rumahnya tak jauh dari rumahku. Selain sejak kecil mengenalnya karena sepermainan, kami juga sekelas. Tak ada yang mengira, urusan sekolah yang sama akan sampai hingga jenjang SMA. 

"Ri, eh, power ranger kagak jadi, apa tidak bosan menggangguku. Di sekolah sudah jahil padaku, sekarang bermain di sekitar rumah, kau tetap jahil padaku. Aku adukan ke Mama, baru kau akan rasa" dengan ketus aku membalasnya. 

"Nala, eh, Endut, kali ini saya berbaik hati padamu. Tampaknya, kau sedang marah tadi, dan makin bertambah sekarang. Hahaha... " sambil berkacak pinggang Rian tertawa. 

" Ih, awas ya... " 

Aku mengejarnya, hingga napasku tersengal. Ya, aku akui, bobot tubuhku yang lumayan membuatku sulit bergerak. Larinya lebih kencang. Jelas saja, dia itu seorang lelaki. Rian anak periang, tapi kadang menjengkelkan. Berat badanku selalu menjadi sasaran olokannya. 

Beranjak SMP, aku sangat ingat ia mulai memikirkan masalah hati. Kali ini dia menyukai teman sekelas kami. Tahu apa yang dia lakukan? Ia menjadikanku tempat curhat berbagai jenis masalahnya. 

"Endut, saya sedang cemas"

"Rian, saya punya nama, panggil yang sesuailah. Dalam Islam tak baik memanggil nama ejekan    untuk orang lain, apalagi jika memang tak suka. Hmm, aku bukan bocah SD yang gendut seperti dua  tahun lalu. Udah kurusan juga" -_-

"Hahha... memanggil Endut rasanya nyaman saja, La" 

"Heh? Aku yang tidak nyaman, Rian, apalagi kau mengatakan itu dihadapan yang lain.. Ish.. makin  sakit hati aku" 

"Maaf, kalau begitu End..eh.. Nala"

"Ok. Masalahmu? Coba jelasin"

"Mmm, kalau dag dig dug dekat perempuan itu, kenapa La?"

"Hoh? Rian , kamu lagi jatuh hati kalau begitu, atau periksa ke dokter deh"

"Kenapa, serius kamu, La?"

"Ih, serius, nanti kena serangan jantung loh" 

"Hei..."

"Hahaha.. ekspresimu anak muda"

"Ia ibu muda"

"Hei...kau.. yang jelas, ngga ada istilah jatuh hati atau gebet, atau jadian dengan anak orang. Fokus  tuh, pelajaran. Nanti, kalau udah kerja, baru , mikir soal melanjutkan hidup dengan lawan jenis"

"Hahaha.. beneran dah, Nala, udah jadi ibu muda, bijak amat"

"Makanya, kalau pelajaran agama jangan ngelamun aja, atau gih, ikut rohis juga, biar makin mantap ilmunya" 

Saat itu aku tak menyangka anjuranku, ternyata dituruti olehmu. Meskipun masalah hatimu dengan si dia yang kau taksir, terus berlanjut. Katanya ini masa cinta monyet, jadi, bisa jadi, masalah ini akan berakhir seiring waktu yang kau miliki. Fase SMA, masih sama dengan masa -masa lalu, hanya saja kau lebih dewasa. Lalu ternyata, kau masih saja memendam harapan padanya. Meski saat itu jurusan kita berbeda, tetapi jarak antar kelas taklah jauh. Sewaktu melewati taman, aku menangkap raut wajahmu yang merona. Maklum, wajahmu putih bersih, jadilah perubahan warna sangat jelas nampak di kedua pipimu. 

"Hahaha... Rian lagi malu, eh.. malu-maluin"

"Apa? Nala! Awas loh"

"Kabur"

Seperti yang kuduga, masih sama. Kau masih menyukainya. Oh, sobat, bagaimana caraku menolongmu? Kadang kata-kata itu spontan keluar dari mulutku. Balasannya hanya senyuman darimu. Benar kau, sudah dewasa. 

Setamat SMA, aku kuliah, kau memilih bekerja. Kesibukan menjadi remaja yang beranjak dewasa menyita waktu. Kadang, aku bertanya - tanya, bagaimana kau dan bagaimana dengan dia yang telah lama kau idamkan? Apalagi kau sudah mulai bekerja. Jawabannya aku dapatkan malam itu. Tak biasanya kau datang dengan santainya nongkrong di depan rumah setelah berbelanja di warung tetangga. 

"Setelah SMA, kau kuliah, Nala"

"Ya, kau bagaimana?"

"Saya bekerja, dan hasilnya lumayanlah"

"Ditabung juga, bro."

"Hei, panggilanku jadi keren"

"Gaul sedikit tak masalah kan?"

"Baiklah Nona, maaf selama ini memanggilmu Endut"

"Heh? Tak biasa, mau sesuatu pasti anak ini"

"Hahaha... katakan padanya tentang aku"

"Dia? tak masalah"

Kau mengangguk yakin.

"Ok. Lalu?" 

"Tapi , jangan besok, katakan ketika aku tak ada"

"Maksudmu, saya tidak mengerti, Tuan"

"Maksudku, saat aku tak lagi di dunia nyata"

"The point is?"

"She has to know, that's it"

Raut wajahmu seketika berubah. Rasanya aneh melihatmu sekarang , kawan. Pun dengan kunjunganmu malam ini, tak biasa. Firasatku, ternyata mulai mendapatkan pembenarannya. Sebulan kemudian, kau pergi untuk selamanya. Kecelakaan saat berangkat kerja. Benar-benar rahasia Allah, tak ada yang tahu kapan kematian itu datang. Tugasku adalah menyampaikan hal yang kau katakan padaku, untuknya. Kau tahu kawan, jawabannya. 

"Aku pun sama , Nala"

"Sejak kapan?"
Kau tak menjawabnya, hanya air mata yang kemudian jatuh satu-satu membasahi wajahmu yang kian bersedih. 




Senin, 09 Februari 2015

Baik, kan ?



Aku telah membawa bekalku yang tak seberapa melalui satu hari yang dihadiahkan padaku

Jalan itu masih tetap sama,  dan aku masih tetap pada tumpuanku, sendiri

Hari-hari berikutnya, musim berganti. 

Bekalku tetap sama, hanya saja, mulai sedikit berkurang

Tetapi ada saja pejalan kaki yang dengan ramah menyapa dan berbagi

Benar katamu, waktu tetap beranjak pergi, meski aku tetap terpaku disatu momen, di sini

Tiap ditanya, mengapa kemudian aku tak kemana-mana

Awalnya, aku hanya tersenyum, biar mereka menebak maksudnya

Mungkin karena aku yang kemudian percaya, berceritalah aku tentangmu

Ya, mungkin lucu, sebagian orang berpendapat apa yang aku lakukan takkan ada gunanya

aku tersenyum

Mereka tak tahu saja, bisa jadi hari-hari berikutnya kau akan melewati jalan ini, ya, jalan yang aku lalui

Lalu hari itu, moga saja, aku tak menatap punggung yang berjalan di depanku, menjauh

Namun, aku menyaksikan, langkah kakimu menuju ke arahku, tempatku berdiri

Hei, bekalku mulai menyusut lagi, entah kapan kau akan melalui di jalan ini, lagi

Semoga kabarmu baik, kau baik kan ?

^_^


Soundtrack : Fugakyaku Replace by My First Story .. 







Sabtu, 24 Januari 2015

Lupa

Ingat?
Aku kerikil yang diletakkan di sekitar dahanmu yang agak rapuh
Kemudian pemilikmu menjauhkan aku

Ingat?
Aku hujan yang jatuh di tempatmu mekar kini
Namun, aku harus kembali lagi ke langit tersebab kau telah berbahagia lagi

Ingat?
Aku angin
Membuatmu sejuk sesaat dan membelai helaian mahkota bunga yang tampak darimu

Ingat?
Aku
Telah berapa lama memperhatikan
Telah berapa lama berdiri di tempat pertama bersua
Telah berapa lama menanyakan kabar yang tak terjawab

Lalu?
Ya, sepertinya kau lupa
Tak masalah, sepertinya aku memang sering terlupakan
Aku menunduk sejenak
"Semua tak ingat ataupun peduli"

Sejenak, langkah mengarah padaku
"Aku memperhatikanmu dan peduli padamu"
Sapaan itu
Tanpa sadar, ternyata ada yang sama denganku
Terlupa namun bisa jadi hanya ingin merasa asing


Bicara

Bisakah kita berbicara?
Tentang keadaanmu
Tentang kekalutan yang kau alami kini
Tentang murung yang kadang menyapamu tak kenal waktu

Bisakah kita berbicara? 
Tentang lalu yang sulit kau jabarkan
Tentang sandaran yang kau butuhkan
Tentang rasa yang tersingkap didiammu yang tak dapat ku baca

Bisakah kita berbicara? 
Namun, saling pun belumlah laik dikata se-ia 
Namun, dekat pun belumlah laik dikata bersama
Namun, ah, sepertinya belumlah laik dikata genap

Bisakah kita berbicara? 
Tentang kemungkinan itu?
Tentang seorang yang ingin engkau genapi? 
Tentang apa saja

Mungkin egoku terlalu
Jadi, anggap saja kini aku sedang aneh


Rasa dan Alasan

Rasa tak melulu soal ini itu dalam kata-kata 
Biasanya tak diucapkan pun makna tetaplah lekat 
Tertuju baginya, tenggelam dalam lautan diri sendiri 
Aku tak pernah menarikmu dalam putaran masa yang aku punya
Dalam rutinitas hidupku yang biasa, temu menjadi titik kenal keduanya

Bisa aku tahu, tersebab berjumpa?
Sekiranya jelas, mungkin aku bisa mengantisipasi
Alasan? Apakah harus aku terangkan?
Sepertinya sulit mencarinya
Sebab, sepertinya aku tak pernah mempersiapkan diri untuk memberi sebuah alasan

24 Januari 2015


Amanah yang Kedua

Lama tak menjumpaimu blog. Belakangan aku sibuk dengan tugas utamaku sebagai ibu dua anak. Tugasku kini bertambah, seiring dengan umurk...